Yawlaaaaaa! Setelah puluhan tahun hidup di dunia ini, datang kesempatan menginjakkan kaki di Pulau Sumatera, Palembang tepatnya. Hati sungguh riang gembira ketika tau harga tiketnya juga ngga semahal ke Bali 😚. Mau tau keseruan saya di Palembang selama 3 hari 2 malam? Kuyyy scroll down sis bro!
Saya naik pesawat pertama menuju Palembang dari Jakarta jam 06.00 WIB, jadilah jam 07.15 WIB sudah tiba di Palembang. Pasti menguap terus deh kalo penerbangan pagi (ngantuk cyinn~) 😴.
Mencoba LRT Pertama di Indonesia
Sudah tau kan kalau LRT pertama yang beroperasi di Indonesia ya di Palembang ini. Dari Jakarta mula sudah semangat mencoba LRT ini.
Kaki pun sigap melangkahkan kaki menuju station LRT bandara. Tujuan pertama saya adalah menuju Jakabaring Sport City dengan biaya Rp. 10.000. Tiket masih berupa print out yang memiliki barcode untuk discan di pintu masuk dan keluar stasiun (inget ya tiket jangan dibuang dulu karena pas keluar harus discan). Per 1 Desember 2018 informasi dari pihak LRT mengatakan akan merubah dari tiket kertas menjadi e-Money / Flazz seperti commuter line di Jakarta.
Waktu tempuh dari Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II ke Jakabaring Sport City kurang lebih 1 jam, cukup lama karena memang jauh. Kereta LRT pun jalannya ngga secepat LRT di Bangkok atau Singapore dan entah kenapa kalau nge-rem ada bunyi ‘citttt’ yang bikin telinga sakit.
Jakabaring Sport City Palembang
Rasa penasaran sama tempat diselenggarakannya ASEAN GAMES 2018 yang membawa saya mampir ke Kampung Atlit / Wisma Atlit Jakabaring Sport City. Luas tempat ini sekitar 300 hektar! GBK Senayan aja kalah besar, kalo jalan kaki dari stasiun LRT Jakabaring sih gempor sis 💀.
Saya kepo banget sama tempat atlit ini beristirahat dan beraktifitas, jadilah ngintip sedikit ke dalam Wisma Atlit yang kira-kira penampakannya seperti ini.
1 kamar terdiri dari 4 ranjang dan memiliki 1 meja belajar dan 1 sofa beserta meja tamu. Tidak ketinggalan ada juga 4 lemari pakaian, 1 mini pantry dan kamar mandi di dalamnya. Di dalam kamar tidak ada fasilitas TV maupun WiFi yang bertujuan memaksa para atlit untuk istirahat total setelah masuk kamar. Waktu saya ke sana ada sih WiFi tetapi berbayar.
Yang saya suka dari area wisma ini adalah banyaknya pohon rindang sehingga membuat sejuk, ingin rasanya ku gogoleran di rumput di bawah pohon rindang lalu membawa keranjang piknik. Lalu ada danau kecil yang memiliki bale-bale kecil untuk nongkrong-nongkrong syantik.
Oh ya saya juga sempet masuk salah satu lapangan loh dan menyempatkan diri berfoto 😎.
Museum Sultan Mahmud Badaruddin 2
Destinasi berikutnya adalah Museum Sultan Mahmud Badaruddin 2. Seperti museum pada umumnya, tempat ini berisikan lukisan dan foto sejarah, artefak, koleksi tekstil, pakaian tradisional, dan kerajinan dari zaman Sriwijaya.
Bangunan yang berdiri sejak tahun 1800-an ini berukuran tidak terlalu besar dan sebagian sedang ada renovasi.
Jembatan Ampera
Ampera itu dibaca Am’pra ya sis / bro, bukan Am pe ra (baru tau dari orang lokal) ☺️. Jembatan yang menghubung 2 bagian dari Palembang yaitu ulu dan ilir, membentang sepanjang kurang lebih 1 KM.
Beruntungnya saya pada saat mengambil foto di atas itu, langit sedang sangat bersahabat sehingga hasil fotonya bagus. Sayang sekali ngga sempat ambil pas malam hari karena hujan yang terus turun sore hingga malam 😭.
Pulau Kemaro dan Kisah Cinta Tan Bun An dan Siti Fatimah
Untuk menuju ke Pulau Kemaro ini saya harus naik bus air selama kurang lebih 20 menit karena jarak yang memang agak jauh, ditambah lagi bus air yang saya naiki belom terpasang TURBO. Bus air ini salah satu transportasi yang masih digunakan oleh masyarakat di Palembang karena ada banyak bagian di Palembang yang lebih cepat dicapai melalui jalur air.
Kisah Cinta Tan Bun An dan Siti Fatimahlah yang menjadi awal legenda adanya Pulau Kemaro. Tan Bun An adalah seorang pedagang yang datang ke Palembang, saat ingin meminta ijin kepada Raja Palembang untuk berdagang, Tan Bun An melihat Siti Fatimah yang merupakan Putri Palembang, lalu mereka pun jatuh cinta. Setelah beberapa saat menjalin cinta, Tan Bun An membawa Siti Fatimah ke Tiongkok untuk menemui keluarga Tan Bun An. Ketika akan kembali ke Palembang, mereka diberikan 7 guci sebagai hadiah pernikahan. Tan Bun An kaget saat melihat bahwa isi guci tersebut hanya sayur sawi asin dan segera membuang guci-guci tersebut. Guci terguling saat mau dibuang dari dek kapal hingga pecah dan ternyata ada banyak emas di bawah tumpukan sayuran itu.
Tan Bun An pun langsung menyelam ke air diikuti oleh satu pengawalnya, tak lama Siti Fatimah ikut menyusul dan ketiganya tak pernah terlihat lagi. 😭Begitulah kisah yang banyak diceritakan oleh orang-orang.
Di Pulau Kemaro ada 1 vihara yang berisikan makam Tan Bun An, Siti Fatimah dan 1 orang pengawalnya. Tempat ini sering didatangin oleh orang yang beragama Buddha yang ingin berziarah atau berdoa, seringkali juga ada acara untuk merayakan Cap go meh dan Imlek.
Ini dia Pagoda di Pulau Kemaro setinggi 9 lantai. Dengan percaya diri kaki ini melangkah masuk ke dalam pagoda untuk naik sampai puncaknya, tapi baru 3-4 lantai udah ngos-ngosan (akibat ngga pernah olah raga). Nambah satu lantai eh ada tangga lagi, naik lagi satu lantai eh ada tangga lagi, kok rasanya berlapis-lapis kayak iklan wafer ya 😟.
Dari atas pagoda kita bisa melihat pusat industri pupuk di Palembang, lalu bisa melihat sisi seberang ulu dari Palembang, Cantik.
Selain vihara dan pagoda, ada juga pohon cinta sebagai lambang cinta 2 bangsa dan budaya. Ada mitos mengatakan kalau ada sepasang kekasih mengukir nama mereka di pohon ini, cintanya akan kekal selamanya. Tapi menurut saya itu semua ngga bener, yang bener adalah itu merusak pohon, belom lagi kalo tulisannya jelek 😣. Terbukti kan sekarang di sekeliling pohon cinta sudah dibangun pagar supaya ngga ada lagi yang corat-coret pohon.
Makan Sop Bang Rio
Saya kira tuh Sop Bang Rio adalah makanan khas Palembang, yang spesial gitu makanya mau coba. Weh ternyata menunya sop kambing, empal gentong, sate ayam sama sate kambing.🧐Tapi memang ngga bisa dipungkiri rasanya uenak tenan. Saya yang jarang makan sate kambing aja sampe pesen di sini. Rasa kambingnya ngga amis dan diolah dengan baik.
Palembang Sudirman Walk
Sudirman Walk merupakan tempat berkumpulnya street performer atau anak muda berkreasi dan ramainya di malam minggu. Sayangnya waktu itu hujan cukup deras jadi saya hanya bisa menonton live music aja di Lorong Basah.
Bukit Siguntang
Bukit Siguntang ini ngga seperti bukit pada umumnya yang tinggi-tinggi karena tingginya hanya 27-29 meter di atas permukaan air laut. Bukit ini sangat hijau karena banyak pohon rindang dan banyak orang mengenalnya sebagai kompleks pemakaman raja-raja.
Makan Pindang Patin Khas Palembang
Bagi banyak orang, pindang ikan patin merupakan makananan yang sangat enak dan wajib dimakan jika bertandang ke Palembang, tetapi bagi saya pribadi ini kali pertama mencoba pindang patin dan rasanya memang gurih, sedap di lidah. Tapi tampaknya selera makan ikan saya memang tidak sekuat orang lainnya, jadi ya biasa saja, malah saya lebih suka kangkungnya 😙, maklum orang ndeso nda biasa makan yang aneh-aneh.
Wisata Religi Al-Quran Raksasa
Perjalanan penuh drama nih untuk sampai ke tempat ini. Kebetulan saya menggunakan ojek online, pas pesan cuaca sudah mendung, baru saja naik dan jalan kurang lebih 5 menit, langsung ujan deras 😣#sedihakutu. Berteduh di pinggir jalan selama 10 menitan, matahari berbaik hati untuk memaparkan sinarnya lagi.
Awalnya saya sempat bingung lokasi persis dari tempat ini, sampai akhirnya diberitahukan oleh warga setempat. Yang membuat bingung adalah tempat ini masih dalam tahap pembangunan, jadi belum tampak seperti tempat wisata. Dari loket pembelian tiket, saya berjalan menaiki tangga lalu menyebrang melalui jembatan penghubung.
Masuk ke area Al-Quran Raksasa membuat saya tercengang karena begitu tinggi dan besar, semua dipahat di lembaran-lembaran kayu. Suasana religi begitu kental di dalam. Ada meja di pojokkan dengan 2 orang yang sedang sibuk melayani pesanan kaligrafi.
Secara garis besar, wisata religi ini masih dalam tahap pembangunan, layak didatangi tetapi jangan sampai berekspektasi terlalu tinggi.
Baca juga:
- Jangan Nonton! Review Raminten Cabaret Show Jogjakarta
- Liburan 1 Hari Doang di Jogja? Bisa Banget!
- Menikmati Suasana Jogjakarta Dikala Memperingati Hari Kemerdekaan
Kampung Kapitan
Tiba di dalam banguan yang berumur lebih dari 300 tahun ini, saya disuguhi oleh meja sembahyang dengan banyak lilin dan dupa. Ini adalah rumah Kapitan (orang tionghoa) pada saat pertama kali masuk ke Palembang. Kebetulan pemilik rumah – Pak Mul – adalah keturunan Kapitan yang ke-14, beliau banyak bercerita tentang legenda pada zaman dahulu tentang rumah ini. Rupanya rumah ini sudah mengalami renovasi yang didanai oleh pemerintah dan dijadikan tempat wisata.
Yang paling epic dari semua sudut di rumah ini adalah adanya lukisan atau foto jadul sang Kapitan dan keluarganya yang akan melirik kamu di mana pun kamu berdiri, dari kiri ke kanan. Setelah diperhatikan baik-baik rupanya lukisan atau foto ini dibuat dari semacam mozaik sehingga bisa terlihat berputar menyesuaikan posisi kita berdiri. Saya ngga mengambil foto satu pun dari sekian banyaknya foto dan lukisan di rumah ini, takut pada ngikut ke Jakarta 😰. Pada bagian belakang masih ada satu rumah lagi yang rencananya akan direnovasi pada awal 2019 dan semuanya full didanai oleh pemerintah, tetapi kepemilikan rumah tetap milik keturunan Kapitan dengan syarat tidak boleh dijual.
Kampung Arab Al-Munawar
Banyak yang menarik dari Kampung Arab Al-Munawar dan yang saya sorot pertama kali adalah bangunan rumah dengan desain klasik, mengingatkan saya akan rumah oma saya di Sukabumi.
Karena saat itu saya tiba di sana sudah terlalu sore, saya tidak dapat benar-benar melihat aktifitas di Kampung Arab Al-Munawar 😌. Menjelang jam Maghrib penduduk setempat sudah masuk ke dalam rumah, hanya ada anak-anak kecil yang main bola di lapangan parkir.
Perjalanan kali ini memang terlalu singkat, ditambah lagi cuaca yang seringkali turun hujan sehingga menyulitkan untuk eksplorasi. Lain kali pasti akan balik lagi ke Palembang untuk eksplor lebih banyak tempat wisata dan kulinernya. Ada yang punya pengalaman seru di Palembang? Boleh ya tinggalin komen.
Cheers,
Ogie
35 comments
Hi Ogie.
Aku suka dengan tone fotomu ^_^
Beruntung deh udah bisa nyobain LRT! Pas aku kesana, LRT-nya belum jadi hiks hiks.
Cheers!
Dee Rahma
Wow ceritanya jadi bikin ngiler tuhh…